Assyaikh Abu Mus’ab Azzarqawi
Kita
tahu secara yakin, bahwa janji Alloh tidak akan pernah meleset. Qs.
9-Attaubah;111
Yang
menjadi masalah; kita hanya membatasi pandangan kita kepada satu jenis
kemenangan saja, yaitu kemenangan lahiriyah (yang nampak secara kasat mata).
Padahal, tidak selalunya kemenangan seperti ini yang Alloh janjikan kepada para
rosul dan hamba-hamba-Nya yang beriman. Kemenangan itu bisa nampak dalam bentuk
lain, di mana jiwa yang kalah dan lemah, tidak akan bisa melihatnya.
Di antara bentuk kemenangan ‘lain’ itu adalah:
1. Dulu,
kabilah-kabilah Quraisy pernah melakukan kesepakatan untuk memboikot kaum
mukminin dan mengurung mereka di Syi‘ib (lembah) Abû Thôlib, di antara mereka
terdapat orang-orang Banî Hâsyim. Selama tiga tahun mereka tidak pernah
mengadakan transaksi jual beli. Sampai-sampai, kaum mukminin tidak mendapatkan
sesuatu yang bisa dimakan, selain serangga-serangga bumi yang mereka tangkap.
Bahkan, hampir saja kaum mukminin binasa kalau bukan karena limpahan rahmat
dari Alloh menghampiri mereka.
2. Kemudian kisah
Ashabul Ukhdud. Dalam ceritanya, mereka rela dilemparkan ke dalam parit-parit
api, dan tidak sudi memberikan tawar menawar dalam urusan agama yang mereka
yakini. Mereka lebih memilih mati di jalan Alloh, walaupun setelah itu thoghut
mengubur mereka di parit-parit api yang ia buat, lalu ia perintahkan
penjaga-penjaga dan pasukannya untuk melemparkan orang-orang beriman itu ke
dalam api. Muncullah sebuah pemandangan yang sungguh sangat mengerikan, inilah
yang menjadi hukuman bagi yang melemah atau coba melarikan diri. Akan tetapi,
tidak tercatat satu riwayatpun yang menyebutkan ada satu saja di antara mereka
yang mundur ke belakang, takut, atau melarikan diri. Bahkan, yang kita temukan
adalah sikap maju terus dan keberanian, mereka malah menceburkan diri ke dalam
api. Seolah nyawa mereka telah mereka persiapkan untuk menjadi tebusan bagi
agama mereka. Maka, pada dasarnya merekalah orang-orang yang memperoleh
kemenangan. Bahkan, Alloh ‘Azza Wa Jalla menyebut tindakan mereka sebagai
kemenangan besar:
¨bÎ)
tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
(#qè=ÏHxåur
ÏM»ysÎ=»¢Á9$#
öNçlm;
×M»¨Zy_
ÌøgrB
`ÏB
$pkÉJøtrB
ã»pk÷XF{$#
4 y7Ï9ºs
ãöqxÿø9$#
çÎ6s3ø9$#
ÇÊÊÈ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan
beramal sholeh, mereka mendapatkan surga-surga yang di bawahnya mengalir
sungai-sungai. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. Al-Burûj [85]: 11)
3. Dan dari Anas bin Malik ra ia berkata, “Pamanku, Anas bin
Nadhr, tidak ikut dalam perang Badar. Ia berkata, “Wahai Rosululloh, aku tidak
ikut dalam perang pertama kali engkau memerangi orang-orang musyrik, seandainya
aku nanti mengikuti perang melawan orang-orang musyrik, tentu Alloh akan
melihat apa yang bakal kulakukan.” Maka tatkala pecah perang Uhud dan kaum
muslimin kocar-kacir, ia berkata, “Ya Alloh, aku memohon uzur kepada-Mu atas
yang diperbuat shahabat-shahabatku, dan aku berlepas diri dari apa yang
diperbuat orang-orang musyrik itu.” Setelah itu, ia maju ke depan dan sempat
bertemu dengan Sa‘ad bin Mu‘adz, ia berkata, “Wahai Sa‘ad bin Mu‘adz, surga…
demi Robb Nadhr, surga… demi Robb Nadhr, aku mencium baunya di bawah bukit
Uhud.” Sa‘ad
mengatakan, “Wahai Rosululloh, aku tidak mampu melakukan seperti yang ia
lakukan.”
Anas melanjutkan kisahnya, “Usai
peperangan, kami temukan pada tubuhnya ada 80 luka lebih, mulai tebasan pedang,
tikaman tombak, atau tusukan panah, kami menemukannya telah terbunuh dan
dicincang-cincang tubuhnya oleh kaum musyrikin. Dalam kondisi seperti itu,
tidak ada seorangpun mampu mengenalinya lagi selain saudarinya, ia mengenali
lewat jari telunjuknya.”
Kemudian Anas mengatakan, “Kami
mengira bahwa ayat ini turun mengenai orang-orang seperti dia atau yang
semisal:
z`ÏiB
tûüÏZÏB÷sßJø9$#
×A%y`Í
(#qè%y|¹
$tB
(#rßyg»tã
©!$#
Ïmøn=tã
( Nßg÷YÏJsù
`¨B
4Ó|Ós%
¼çmt6øtwU
Nåk÷]ÏBur
`¨B
ãÏàtF^t
( $tBur
(#qä9£t/
WxÏö7s?
“Di antara orang-orang beriman ada para
lelaki yang berlaku jujur terhadap janji mereka kepada Alloh; maka di antara
mereka ada yang terbunuh, dan ada yagn menunggu-nunggu, dan mereka sama sekali
tidak berubah.”
(QS. Al-Ahzâb [33]: 23)
4. Makna
kemenangan yang hampir serupa dengan ini, dapat kita temukan dalam hadits
Khobbâb bin Al-Arts, ketika ia datang kepada Rosululloh dan mengatakan,
“Tidakkah tuan memintakan perto-longan untuk kami? Tidakkah tuan memanjatkan
doa untuk kami?” Mendengar keluhan ini, Rosululloh SAW bersabda, “Ada seorang lelaki dari
umat sebelum kalian yang ditanam di dalam bumi, setelah itu dibawakan gergaji,
lalu ia digergaji sejak dari kepalanya sampai akhirnya terbelah dua, tetapi itu
tidak memalingkan dirinya dari agamanya. Ada
juga yang disisir dengan sisir besi, sampai terlihat tulang-tulang di balik
kulitnya, tetapi itu tidak memalingkannya dari agamanya.”
5. Di antara
bentuk kemenangan tersembunyi, yang tidak bisa dilihat oleh selain orang-orang
beriman adalah: walau sebengis dan sekelewat batas apapun siksaan musuh, ia
akan merasakan berbagai tekanan jiwa dan siksaan batin sebelum akan menyiksa
lawannya. Bahkan, setelah ia melakukan perbuatannya itu, ia tidak bisa
beristirahat dengan tenang, dan tidak bisa merasakan kebahagiaan. Makanya dulu,
Hajjâj bin Yûsuf, begitu usai membunuh Sa‘îd bin Jubair, ia merasakan
beraneka ragam siksaan batin. Sampai-sampai ia tidak bisa tidur dengan tenang
dan suka terbangun dari tempat tidurnya sambil ketakutan, lalu mengatakan:
“Apakah yang kulakukan kepada Sa‘îd?”. Sebelum akhirnya ia mati membawa
kegundahan dan kesedihannya itu.
Inilah yang kita yakini dalam perang
yang kami lancarkan terhadap para pembawa bendera salib, thoghut Amerika yang
sombong. Walau sombong dan angkuhnya Amerika dengan perlengkapan dan
persenjataan-nya, tetapi ia mendapatkan kehinaan batin dan keruntuhan moral,
yang seandainya itu disiramkan ke atas gunung tentu gunung itu akan meleleh.
Di dalam Al-Quran juga disebutkan makna
ini, sebagai-mana tercantum pada surat
Âli ‘Imrôn, Alloh Ta‘ala berfirman:
#sÎ)ur
(#öqn=yz
(#qÒtã
ãNä3øn=tæ
@ÏB$tRF{$#
z`ÏB
Åáøtóø9$#
4 ö@è%
(#qè?qãB
öNä3ÏàøtóÎ/
3 ¨bÎ)
©!$#
7LìÎ=tæ
ÏN#xÎ/
ÍrßÁ9$#
ÇÊÊÒÈ
“…dan apabila mereka berlalu, mereka
mendongkol hatinya kepada kalian. Katakanlah
(Hai Muhammad), matilah kalian dengan kedongkolan kalian, sesungguhnya Alloh
Mahatahu apa yang tersimpat dalam dada-dada.” (QS. Âli ‘Imrôn [3]: 119)
“Dan Alloh kembalikan orang-orang
kafir dengan kemarahan mereka, mereka tidak memperoleh kebaikan apapun. Dan
Alloh telah cukupkan orang-orang beriman dengan peperangan. Dan Alloh itu
Mahakuat lagi Mahaperkasa.”
(QS. Al-Ahzâb [33]: 25)
6. Bentuk
kemenangan lain yang tidak bisa dilihat oleh orang-orang yang dibutakan pandangannya
adalah: Kemenangan karena kita menunggu-nunggu kehidupan yang sempurna, yang
Alloh sediakan bagi wali-wali dan orang-orang pilihan-Nya, yaitu mati syahid.
Alloh Ta‘ala berfirman:
wur
¨ûtù|¡øtrB
tûïÏ%©!$#
(#qè=ÏFè%
Îû
È@Î6y
«!$#
$O?ºuqøBr&
4 ö@t/
íä!$uômr&
yYÏã
óOÎgÎn/u
tbqè%yöã
ÇÊÏÒÈ
“Dan janganlah kalian sekali-kali mengira
bahwa orang yang terbunuh di jalan Alloh itu mati, bahkan mereka hidup dan
mendapat rizki di sisi robbnya.” (QS. Âli ‘Imrôn [3]: 169)
Seorang penyair berkata:
Siapa tidak mati dengan pedang, akan
mati dengan cara lain
Bermacam-macam sebab, tapi kematian
itu satu
Dari
keterangan ini, jelaslah bagi kita mengenai apakah makna yang utuh dari sebuah
arti kemenangan, berarti pula kita tidak bisa hanya membatasi kemenangan semau
kita.
Kemudian,
motivasi lain yang menjadikan mujahidin tetap teguh dan menunjukkan sikap
kepahlawanan –seperti yang kami lihat sendiri di kota Fallujah—adalah: Berita
Nabi SAW yang mengkabarkan kepada kita bahwa di antara tanda kemenangan dienul-Islam adalah, kekuatan apapun di muka bumi ini tidak akan
mampu membinasakan seluruh kaum mukminin, seperti kita khawatirkan akan
terjadinya kembali peristiwa kaum nabi Nuh dan di awal-awal risalah. Sebab,
Rosululloh SAW menerangkan, bahwa jihad ini akan terus tegak dan dilaksanakan
di muka bumi. Sebagaimana tercantum dalam sebuah hadits shohih:
لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِّنْ أُمَّتِيْ
قَائِمَةٌ بِأَمْرِ اللهِ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ أَوْ خَالَفَهُمْ
حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ عَلَى ذَالِكَ
“Akan terus ada satu kelompok dari umatku
yang melaksanakan perintah Alloh, tidak akan terpengaruh oleh orang yang
membiarkan dan menyelisihi mereka, sampai tiba ketentuan Alloh dan mereka tetap
dalam keadaan seperti itu.”
[1]
Sesungguhnya
kemenangan dan masa depan agama ini hanya di tangan Alloh Ta‘ala. Alloh telah
menjaminnya dan menjanjikan kemenangan itu. Maka, kalau Dia berkehendak, akan
dimenangkan dan diunggulkan. Dan jika berkehendak, kemenangan itu ditunda dan
diakhirkan. Alloh Mahabijak dan Mahatahu mengenai urusan-urusan-Nya. Jika
kemenangan lambat datang, maka itu karena sebuah hikmah yang telah Dia
takdirkan ada kebaikan di sana
terhadap keimanan dan diri orang-orang beriman. Dan, tidak ada yang lebih
cemburu dalam urusan kebenaran melebihi Alloh,
“Pada
hari itu, kaum mukminin bergembira dengan pertolongan Alloh, Alloh menolong
siapa saja yang Dia kehendaki, dan Dia Mahaperkasa lagi Mahapengasih. Itulah
janji Alloh, Alloh tidak menyelisihi janji-Nya, akan tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui.”
(QS. Ar-Rûm [30]: 4 – 5)
لاَ تَحْسَبِ اْلمَجْدَ تَمْراً أَنْتَ آكِلُهُ
|
لَنْ تَبْلُغَ اْلمَجْدَ حَتَّى تَلْعَقَ الصَّبْرَا
|
Jangan kalian sangka, kemuliaan hanyalah butir kurma yang
dengan mudah kau kunyah
Engkau
tak akan mencapai kemuliaan, sebelum engkau kunyah kesabaran
Hikmah
tertundanya kemenangan:
Sesungguhnya
Alloh, Dzat Yang Maha-besar kekuasaan-Nya dan Mahaper-kasa keagungan-Nya,
memberikan nikmat kepada orang-orang beriman berupa kemenangan sekali waktu,
dan menimpakan bala kepada mereka sekali waktu. Alloh menghalangi mereka meraih
kenikmatan berupa kemenangan ini dan justru menimpakan kepada mereka pedihnya
bala’ disebabkan adanya hikmah-hikmah yang Dia tentukan dan ketahui.
قَدْ يَنْعَمُ اللهُ فِي الْبَلْوَى وَإِنْ عَظُمَتْ
|
وَيَبْتَلِي اللهُ بَعْضَ اْلقَوْمِ بِالنِّعَمِ
|
Terkadang, Alloh memberikan nikmat dalam bala’, sebesar
apapun bala itu…
Dan
kadang Alloh menimpakan bala kepada suatu kaum dengan berbagai kenikmatan…
Ibnu`l-Qoyyim
Rohimahulloh
membahas hikmah-hikmah ditundanya kemenangan ini dalam kitab beliau, Zâdu
`l-Ma‘âd, beliau berkata:
“Di antara hikmah mengapa kemenangan
tertunda adalah:
a. Karena itu
termasuk ciri jalan yang ditempuh para rosul. Heraklius pernah berkata kepada
Abû Sufyân, “Apakah kalian memerangi Nabi itu?” –maksudnya Nabi Muhammad SAW—
“Ya,” jawab Abu Sufyan. “Bagaimana peperangan yang terjadi antara kalian dan
dia?” tanya Heraklius. Abû Sufyân menga-takan, “Saling bergiliran, kadang kami
kalah dan kadang kami mengalahkannya.”
Heraklius
berkata, “Demikianlah para rosul, mereka diuji dan kemudian hasil akhir menjadi
milik mereka.”
b. Hikmah lain
adalah: terpilahnya antara orang beriman yang jujur, dan munafik yang pendusta.
Sesungguhnya ketika Alloh menangkan kaum muslimin dalam perang Badar, orang
yang dalam batinnya tidak Islam ikut masuk Islam secara lahiriyah. Maka, hikmah
Alloh ‘Azza Wa Jalla menentukan untuk menimpakah ujian, yang dengan itu akan
kelihatan siapa yang muslim sebenarnya dan siapa yang munafik. Maka ketika
terjadi ujian seperti ini, kepala-kepala orang munafikpun terlihat, mereka
mengatakan apa yang dulu mereka sembunyikan, rahasia mereka terungkap, ketidak
jela-san mereka dulu kini berubah menjadi sangat terang. Manusia akhirnya terbagi
kepada yang kafir, mukmin, dan munafik, dengan pembagian yang sangat nyata.
Lalu, kaum mukminin baru tahu kalau ternyata mereka punya musuh dalam satu tugas, musuh itu selalu ber-sama
mereka. Hal ini dimaksudkan agar di masa mendatang kaum mukminin waspada dan
berjaga-jaga terhadap orang-orang munafik.
c. Di antara
hikmah lain: Sekiranya Alloh Ta‘ala selalu memberi kemenangan kepada
orang-orang beriman atas musuhnya, dan selalu memberikan kekuasaan serta
kekuatan atas musuh-musuh mereka, tentu jiwa akan melampaui batas, sombong dan
angkuh. Kalau Alloh mudahkan kemenangan bagi mereka, tentu kondisinya sama
dengan ketika mereka dimudahkan rezekinya. Maka hamba tidak akan menjadi baik,
kecuali dengan diberi kebahagiaan sekali waktu, dan kesedihan di waktu yang
lain, diberi kegoncangan sekaligus kelong-garan, kesempitan sekaligus
kemudahan. Alloh sajalah yang Maha Mengatur urusan hamba-hamba-Nya sesuai
hikmah-Nya, sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui dan Maha Melihat terhadap
mereka.
d. Di antara
hikmah lainnya adalah: Menampakkan ‘ubû-diyah (sikap penghambaan) wali-wali dan
pasukan-Nya, baik di kala senang maupun susah, di kala mereka suka maupun tidak
suka, di kala menang maupun dikalahkan musuh. Jika mereka tetap teguh di atas
ketaatan ibadah ketika dalam kondisi suka atau tidak suka, berarti mereka
benar-benar hamba Alloh, bukan seperti orang yang beribadah kepada Alloh di
satu sisi saja, yaitu ketika senang, atau hanya ketika mendapatkan kenikmatan
dan kesejahteraan.
e. Hikmah yang
lain: Jika Alloh memberi ujian mereka dengan kekalahan, mereka akan merendahkan
diri, merasa hancur dan rendah jiwanya. Ini memancing munculnya tekad untuk
meraih harga diri dan kemenangan. Sebab, turunnya kemenangan itu tiba bersama
dengan dominasi rasa hina dan patah semangat dalam diri. Alloh Ta‘ala
berfirman:
ôs)s9ur ãNä.u|ÇtR ª!$# 9ôt7Î/ öNçFRr&ur ×'©!Ïr& (
“Dan Alloh
telah menolong kalian di Badr ketika kalian saat itu lemah (hina)...” (QS. Âli ‘Imrôn [3]: 123)
“…dan
(juga menolong kalian) pada waktu perang Hunain, ketika kalian merasa takjub
dengan jumlah kalian yang banyak, tetapi kemudian itu tidak bermanfaat buat
kalian…” (QS.
At-Taubah [9]: 25)
Jadi, kalau Alloh hendak memuliakan,
menguatkan, dan memenangkan hamba-Nya, terlebih dahulu Dia patah-kan
semangatnya, sehingga kekuatan dan kemenangan itu sesuai dengan kadar merasa
hina dan patah sema-ngat dia.
f.
Di antara hikmah yang lain: Alloh Ta‘ala telah sediakan
bagi hamba-hamba-Nya yang beriman derajat-derajat di negeri kemuliaan-Nya
(akhirat). Derajat ini tidak akan mampu dicapai oleh amalan-amalan mereka,
mereka tidak bisa mencapainya selain dengan adanya bala’ dan ujian. Maka, Alloh
mendatangkan sebab yang dengan itu akan mengantarkan mereka untuk sampai ke sana , dengan bala dan
ujian yang ia terima itu. Sebagaimana ketika Alloh memudahkan mereka untuk
beramal sholeh, yang juga termasuk sebab untuk menghantarkan kepada derajat
tersebut.
g. Hikmah yang
lain: Suasana aman sejahtera yang terus menerus, atau kemenangan, atau
kekayaan, menjadikan diri kita berpotensi untuk melampaui batas dan cenderung
kepada kehidupan dunia. Dan ini adalah penyakit yang menghalangi seseorang
untuk bersung-guh-sungguh dalam menempuh perjalanan menuju Alloh dan negeri
akhirat. Maka jika Alloh sebagai robb
jiwa tersebut, sebagai pemilik dan yang mengasihinya, hendak memuliakannya, Dia
akan timpakan bala dan ujian kepadanya, yang itu berfungsi sebagai obat dari
penyakit yang menghalanginya melangkah di atas jalan tadi. Sehingga bala dan
ujian itu kedudukannya seperti seorang dokter yang memberikan obat pahit kepada
orang sakit, atau memotong urat-uratnya yang sakit untuk mengeluarkan penyakit
dari tubuhnya. Seandainya dokter membiarkannya saja, penyakit akan
menggerogotinya dan lambat laun ia justru akan binasa.
h. Hikmah lainnya: Mati syahid adalah derajat tertinggi di
sisi Alloh bagi wali-wali-Nya. Orang-orang
yang mati syahid adalah manusia yang diistimewakan Alloh sekaligus menjadi
hamba-hamba-Nya yang didekatkan. Dan tidak ada derajat setelah siddîqîn (orang
yang jujur imannya) selain derajat kesyahidan. Sedangkan Alloh Ta‘ala suka
mengambil di antara hamba-hamba-Nya sebagai syuhada, yang darahnya tertumpah
dalam rangka meraih kecintaan dan keridhoan-Nya, yang mereka lebih memilih
keridhoan dan kecintaan-Nya daripada nyawa mereka sendiri. Tidak ada jalan
untuk bisa meraih derajat ini selain dengan menempuh sebab-sebab yang bisa
menghantarkan ke sana ,
yaitu dengan dikuasakannya musuh.”
Demikian
perkataan Ibnu `l-Qoyyim Rohimahulloh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar