Minggu, 19 Januari 2014

Bentuk-bentuk kemenangan mujahidin


Assyaikh Abu Mus’ab Azzarqawi
Kita tahu secara yakin, bahwa janji Alloh tidak akan pernah meleset. Qs. 9-Attaubah;111

Yang menjadi masalah; kita hanya membatasi pandangan kita kepada satu jenis kemenangan saja, yaitu kemenangan lahiriyah (yang nampak secara kasat mata). Padahal, tidak selalunya kemenangan seperti ini yang Alloh janjikan kepada para rosul dan hamba-hamba-Nya yang beriman. Kemenangan itu bisa nampak dalam bentuk lain, di mana jiwa yang kalah dan lemah, tidak akan bisa melihatnya.

Di antara bentuk kemenangan ‘lain’ itu adalah:
1.      Dulu, kabilah-kabilah Quraisy pernah melakukan kesepakatan untuk memboikot kaum mukminin dan mengurung mereka di Syi‘ib (lembah) Abû Thôlib, di antara mereka terdapat orang-orang Banî Hâsyim. Selama tiga tahun mereka tidak pernah mengadakan transaksi jual beli. Sampai-sampai, kaum mukminin tidak mendapatkan sesuatu yang bisa dimakan, selain serangga-serangga bumi yang mereka tangkap. Bahkan, hampir saja kaum mukminin binasa kalau bukan karena limpahan rahmat dari Alloh menghampiri mereka.

2.      Kemudian kisah Ashabul Ukhdud. Dalam ceritanya, mereka rela dilemparkan ke dalam parit-parit api, dan tidak sudi memberikan tawar menawar dalam urusan agama yang mereka yakini. Mereka lebih memilih mati di jalan Alloh, walaupun setelah itu thoghut mengubur mereka di parit-parit api yang ia buat, lalu ia perintahkan penjaga-penjaga dan pasukannya untuk melemparkan orang-orang beriman itu ke dalam api. Muncullah sebuah pemandangan yang sungguh sangat mengerikan, inilah yang menjadi hukuman bagi yang melemah atau coba melarikan diri. Akan tetapi, tidak tercatat satu riwayatpun yang menyebutkan ada satu saja di antara mereka yang mundur ke belakang, takut, atau melarikan diri. Bahkan, yang kita temukan adalah sikap maju terus dan keberanian, mereka malah menceburkan diri ke dalam api. Seolah nyawa mereka telah mereka persiapkan untuk menjadi tebusan bagi agama mereka. Maka, pada dasarnya merekalah orang-orang yang memperoleh kemenangan. Bahkan, Alloh ‘Azza Wa Jalla menyebut tindakan mereka sebagai kemenangan besar:
¨bÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏHxåur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# öNçlm; ×M»¨Zy_ ̍øgrB `ÏB $pkÉJøtrB ㍻pk÷XF{$# 4 y7Ï9ºsŒ ãöqxÿø9$# 玍Î6s3ø9$# ÇÊÊÈ  
 “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal sholeh, mereka mendapatkan surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Itulah kemenangan yang besar.”   (QS. Al-Burûj [85]: 11)

3.      Dan dari Anas bin Malik ra ia berkata, “Pamanku, Anas bin Nadhr, tidak ikut dalam perang Badar. Ia berkata, “Wahai Rosululloh, aku tidak ikut dalam perang pertama kali engkau memerangi orang-orang musyrik, seandainya aku nanti mengikuti perang melawan orang-orang musyrik, tentu Alloh akan melihat apa yang bakal kulakukan.” Maka tatkala pecah perang Uhud dan kaum muslimin kocar-kacir, ia berkata, “Ya Alloh, aku memohon uzur kepada-Mu atas yang diperbuat shahabat-shahabatku, dan aku berlepas diri dari apa yang diperbuat orang-orang musyrik itu.” Setelah itu, ia maju ke depan dan sempat bertemu dengan Sa‘ad bin Mu‘adz, ia berkata, “Wahai Sa‘ad bin Mu‘adz, surga… demi Robb Nadhr, surga… demi Robb Nadhr, aku mencium baunya di bawah bukit Uhud.” Sa‘ad mengatakan, “Wahai Rosululloh, aku tidak mampu melakukan seperti yang ia lakukan.”
Anas melanjutkan kisahnya, “Usai peperangan, kami temukan pada tubuhnya ada 80 luka lebih, mulai tebasan pedang, tikaman tombak, atau tusukan panah, kami menemukannya telah terbunuh dan dicincang-cincang tubuhnya oleh kaum musyrikin. Dalam kondisi seperti itu, tidak ada seorangpun mampu mengenalinya lagi selain saudarinya, ia mengenali lewat jari telunjuknya.”
Kemudian Anas mengatakan, “Kami mengira bahwa ayat ini turun mengenai orang-orang seperti dia atau yang semisal:
z`ÏiB tûüÏZÏB÷sßJø9$# ×A%y`Í (#qè%y|¹ $tB (#rßyg»tã ©!$# Ïmøn=tã ( Nßg÷YÏJsù `¨B 4Ó|Ós% ¼çmt6øtwU Nåk÷]ÏBur `¨B ãÏàtF^tƒ ( $tBur (#qä9£t/ WxƒÏö7s?
“Di antara orang-orang beriman ada para lelaki yang berlaku jujur terhadap janji mereka kepada Alloh; maka di antara mereka ada yang terbunuh, dan ada yagn menunggu-nunggu, dan mereka sama sekali tidak berubah.” (QS. Al-Ahzâb [33]: 23)

4.      Makna kemenangan yang hampir serupa dengan ini, dapat kita temukan dalam hadits Khobbâb bin Al-Arts, ketika ia datang kepada Rosululloh dan mengatakan, “Tidakkah tuan memintakan perto-longan untuk kami? Tidakkah tuan memanjatkan doa untuk kami?” Mendengar keluhan ini, Rosululloh SAW bersabda, “Ada seorang lelaki dari umat sebelum kalian yang ditanam di dalam bumi, setelah itu dibawakan gergaji, lalu ia digergaji sejak dari kepalanya sampai akhirnya terbelah dua, tetapi itu tidak memalingkan dirinya dari agamanya. Ada juga yang disisir dengan sisir besi, sampai terlihat tulang-tulang di balik kulitnya, tetapi itu tidak memalingkannya dari agamanya.”
5.      Di antara bentuk kemenangan tersembunyi, yang tidak bisa dilihat oleh selain orang-orang beriman adalah: walau sebengis dan sekelewat batas apapun siksaan musuh, ia akan merasakan berbagai tekanan jiwa dan siksaan batin sebelum akan menyiksa lawannya. Bahkan, setelah ia melakukan perbuatannya itu, ia tidak bisa beristirahat dengan tenang, dan tidak bisa merasakan kebahagiaan. Makanya dulu, Hajjâj bin Yûsuf, begitu usai membunuh Sa‘îd bin Jubair, ia merasakan beraneka ragam siksaan batin. Sampai-sampai ia tidak bisa tidur dengan tenang dan suka terbangun dari tempat tidurnya sambil ketakutan, lalu mengatakan: “Apakah yang kulakukan kepada Sa‘îd?”. Sebelum akhirnya ia mati membawa kegundahan dan kesedihannya itu.
Inilah yang kita yakini dalam perang yang kami lancarkan terhadap para pembawa bendera salib, thoghut Amerika yang sombong. Walau sombong dan angkuhnya Amerika dengan perlengkapan dan persenjataan-nya, tetapi ia mendapatkan kehinaan batin dan keruntuhan moral, yang seandainya itu disiramkan ke atas gunung tentu gunung itu akan meleleh.
Di dalam Al-Quran juga disebutkan makna ini, sebagai-mana tercantum pada surat Âli ‘Imrôn, Alloh Ta‘ala berfirman:
#sŒÎ)ur (#öqn=yz (#qÒtã ãNä3øn=tæ Ÿ@ÏB$tRF{$# z`ÏB Åáøtóø9$# 4 ö@è% (#qè?qãB öNä3ÏàøŠtóÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# 7LìÎ=tæ ÏN#xÎ/ ÍrߐÁ9$# ÇÊÊÒÈ  
 “…dan apabila mereka berlalu, mereka mendongkol hatinya kepada kalian. Katakanlah (Hai Muhammad), matilah kalian dengan kedongkolan kalian, sesungguhnya Alloh Mahatahu apa yang tersimpat dalam dada-dada.” (QS. Âli ‘Imrôn [3]: 119)

“Dan Alloh kembalikan orang-orang kafir dengan kemarahan mereka, mereka tidak memperoleh kebaikan apapun. Dan Alloh telah cukupkan orang-orang beriman dengan peperangan. Dan Alloh itu Mahakuat lagi Mahaperkasa.” (QS. Al-Ahzâb [33]: 25)

6.      Bentuk kemenangan lain yang tidak bisa dilihat oleh orang-orang yang dibutakan pandangannya adalah: Kemenangan karena kita menunggu-nunggu kehidupan yang sempurna, yang Alloh sediakan bagi wali-wali dan orang-orang pilihan-Nya, yaitu mati syahid. Alloh Ta‘ala berfirman:
Ÿwur ¨ûtù|¡øtrB tûïÏ%©!$# (#qè=ÏFè% Îû È@Î6y «!$# $O?ºuqøBr& 4 ö@t/ íä!$uŠômr& yYÏã óOÎgÎn/u tbqè%yöãƒ ÇÊÏÒÈ  
 “Dan janganlah kalian sekali-kali mengira bahwa orang yang terbunuh di jalan Alloh itu mati, bahkan mereka hidup dan mendapat rizki di sisi robbnya.” (QS. Âli ‘Imrôn [3]: 169)

Seorang penyair berkata:
Siapa tidak mati dengan pedang, akan mati dengan cara lain
Bermacam-macam sebab, tapi kematian itu satu

Dari keterangan ini, jelaslah bagi kita mengenai apakah makna yang utuh dari sebuah arti kemenangan, berarti pula kita tidak bisa hanya membatasi kemenangan semau kita.
Kemudian, motivasi lain yang menjadikan mujahidin tetap teguh dan menunjukkan sikap kepahlawanan –seperti yang kami lihat sendiri di kota Fallujah—adalah: Berita Nabi SAW yang mengkabarkan kepada kita bahwa di antara tanda kemenangan dienul-Islam adalah, kekuatan apapun di muka bumi ini tidak akan mampu membinasakan seluruh kaum mukminin, seperti kita khawatirkan akan terjadinya kembali peristiwa kaum nabi Nuh dan di awal-awal risalah. Sebab, Rosululloh SAW menerangkan, bahwa jihad ini akan terus tegak dan dilaksanakan di muka bumi. Sebagaimana tercantum dalam sebuah hadits shohih:
لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِّنْ أُمَّتِيْ قَائِمَةٌ بِأَمْرِ اللهِ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ أَوْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ عَلَى ذَالِكَ
“Akan terus ada satu kelompok dari umatku yang melaksanakan perintah Alloh, tidak akan terpengaruh oleh orang yang membiarkan dan menyelisihi mereka, sampai tiba ketentuan Alloh dan mereka tetap dalam keadaan seperti itu.” [1]

Sesungguhnya kemenangan dan masa depan agama ini hanya di tangan Alloh Ta‘ala. Alloh telah menjaminnya dan menjanjikan kemenangan itu. Maka, kalau Dia berkehendak, akan dimenangkan dan diunggulkan. Dan jika berkehendak, kemenangan itu ditunda dan diakhirkan. Alloh Mahabijak dan Mahatahu mengenai urusan-urusan-Nya. Jika kemenangan lambat datang, maka itu karena sebuah hikmah yang telah Dia takdirkan ada kebaikan di sana terhadap keimanan dan diri orang-orang beriman. Dan, tidak ada yang lebih cemburu dalam urusan kebenaran melebihi Alloh,

“Pada hari itu, kaum mukminin bergembira dengan pertolongan Alloh, Alloh menolong siapa saja yang Dia kehendaki, dan Dia Mahaperkasa lagi Mahapengasih. Itulah janji Alloh, Alloh tidak menyelisihi janji-Nya, akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Rûm [30]: 4 – 5)

لاَ تَحْسَبِ اْلمَجْدَ تَمْراً أَنْتَ آكِلُهُ
لَنْ تَبْلُغَ اْلمَجْدَ حَتَّى تَلْعَقَ الصَّبْرَا

Jangan kalian sangka, kemuliaan hanyalah butir kurma yang dengan mudah kau kunyah
Engkau tak akan mencapai kemuliaan, sebelum engkau kunyah kesabaran

Hikmah tertundanya kemenangan:
Sesungguhnya Alloh, Dzat Yang Maha-besar kekuasaan-Nya dan Mahaper-kasa keagungan-Nya, memberikan nikmat kepada orang-orang beriman berupa kemenangan sekali waktu, dan menimpakan bala kepada mereka sekali waktu. Alloh menghalangi mereka meraih kenikmatan berupa kemenangan ini dan justru menimpakan kepada mereka pedihnya bala’ disebabkan adanya hikmah-hikmah yang Dia tentukan dan ketahui.

قَدْ يَنْعَمُ اللهُ فِي الْبَلْوَى وَإِنْ عَظُمَتْ
وَيَبْتَلِي اللهُ بَعْضَ اْلقَوْمِ بِالنِّعَمِ
Terkadang, Alloh memberikan nikmat dalam bala’, sebesar apapun bala itu…
Dan kadang Alloh menimpakan bala kepada suatu kaum dengan berbagai kenikmatan…

Ibnu`l-Qoyyim Rohimahulloh membahas hikmah-hikmah ditundanya kemenangan ini dalam kitab beliau, Zâdu `l-Ma‘âd, beliau berkata:

“Di antara hikmah mengapa kemenangan tertunda adalah:
a.      Karena itu termasuk ciri jalan yang ditempuh para rosul. Heraklius pernah berkata kepada Abû Sufyân, “Apakah kalian memerangi Nabi itu?” –maksudnya Nabi Muhammad SAW— “Ya,” jawab Abu Sufyan. “Bagaimana peperangan yang terjadi antara kalian dan dia?” tanya Heraklius. Abû Sufyân menga-takan, “Saling bergiliran, kadang kami kalah dan kadang kami mengalahkannya.”
Heraklius berkata, “Demikianlah para rosul, mereka diuji dan kemudian hasil akhir menjadi milik mereka.”
b.      Hikmah lain adalah: terpilahnya antara orang beriman yang jujur, dan munafik yang pendusta. Sesungguhnya ketika Alloh menangkan kaum muslimin dalam perang Badar, orang yang dalam batinnya tidak Islam ikut masuk Islam secara lahiriyah. Maka, hikmah Alloh ‘Azza Wa Jalla menentukan untuk menimpakah ujian, yang dengan itu akan kelihatan siapa yang muslim sebenarnya dan siapa yang munafik. Maka ketika terjadi ujian seperti ini, kepala-kepala orang munafikpun terlihat, mereka mengatakan apa yang dulu mereka sembunyikan, rahasia mereka terungkap, ketidak jela-san mereka dulu kini berubah menjadi sangat terang. Manusia akhirnya terbagi kepada yang kafir, mukmin, dan munafik, dengan pembagian yang sangat nyata. Lalu, kaum mukminin baru tahu kalau ternyata mereka punya musuh  dalam satu tugas, musuh itu selalu ber-sama mereka. Hal ini dimaksudkan agar di masa mendatang kaum mukminin waspada dan berjaga-jaga terhadap orang-orang munafik.
c.       Di antara hikmah lain: Sekiranya Alloh Ta‘ala selalu memberi kemenangan kepada orang-orang beriman atas musuhnya, dan selalu memberikan kekuasaan serta kekuatan atas musuh-musuh mereka, tentu jiwa akan melampaui batas, sombong dan angkuh. Kalau Alloh mudahkan kemenangan bagi mereka, tentu kondisinya sama dengan ketika mereka dimudahkan rezekinya. Maka hamba tidak akan menjadi baik, kecuali dengan diberi kebahagiaan sekali waktu, dan kesedihan di waktu yang lain, diberi kegoncangan sekaligus kelong-garan, kesempitan sekaligus kemudahan. Alloh sajalah yang Maha Mengatur urusan hamba-hamba-Nya sesuai hikmah-Nya, sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui dan Maha Melihat terhadap mereka.
d.     Di antara hikmah lainnya adalah: Menampakkan ‘ubû-diyah (sikap penghambaan) wali-wali dan pasukan-Nya, baik di kala senang maupun susah, di kala mereka suka maupun tidak suka, di kala menang maupun dikalahkan musuh. Jika mereka tetap teguh di atas ketaatan ibadah ketika dalam kondisi suka atau tidak suka, berarti mereka benar-benar hamba Alloh, bukan seperti orang yang beribadah kepada Alloh di satu sisi saja, yaitu ketika senang, atau hanya ketika mendapatkan kenikmatan dan kesejahteraan.
e.      Hikmah yang lain: Jika Alloh memberi ujian mereka dengan kekalahan, mereka akan merendahkan diri, merasa hancur dan rendah jiwanya. Ini memancing munculnya tekad untuk meraih harga diri dan kemenangan. Sebab, turunnya kemenangan itu tiba bersama dengan dominasi rasa hina dan patah semangat dalam diri. Alloh Ta‘ala berfirman:
ôs)s9ur ãNä.uŽ|ÇtR ª!$# 9ôt7Î/ öNçFRr&ur ×'©!ÏŒr& (
“Dan Alloh telah menolong kalian di Badr ketika kalian saat itu lemah (hina)...”  (QS. Âli ‘Imrôn [3]: 123)

“…dan (juga menolong kalian) pada waktu perang Hunain, ketika kalian merasa takjub dengan jumlah kalian yang banyak, tetapi kemudian itu tidak bermanfaat buat kalian…” (QS. At-Taubah [9]: 25)

Jadi, kalau Alloh hendak memuliakan, menguatkan, dan memenangkan hamba-Nya, terlebih dahulu Dia patah-kan semangatnya, sehingga kekuatan dan kemenangan itu sesuai dengan kadar merasa hina dan patah sema-ngat dia.
f.        Di antara hikmah yang lain: Alloh Ta‘ala telah sediakan bagi hamba-hamba-Nya yang beriman derajat-derajat di negeri kemuliaan-Nya (akhirat). Derajat ini tidak akan mampu dicapai oleh amalan-amalan mereka, mereka tidak bisa mencapainya selain dengan adanya bala’ dan ujian. Maka, Alloh mendatangkan sebab yang dengan itu akan mengantarkan mereka untuk sampai ke sana, dengan bala dan ujian yang ia terima itu. Sebagaimana ketika Alloh memudahkan mereka untuk beramal sholeh, yang juga termasuk sebab untuk menghantarkan kepada derajat tersebut.
g.      Hikmah yang lain: Suasana aman sejahtera yang terus menerus, atau kemenangan, atau kekayaan, menjadikan diri kita berpotensi untuk melampaui batas dan cenderung kepada kehidupan dunia. Dan ini adalah penyakit yang menghalangi seseorang untuk bersung-guh-sungguh dalam menempuh perjalanan menuju Alloh dan negeri akhirat.  Maka jika Alloh sebagai robb jiwa tersebut, sebagai pemilik dan yang mengasihinya, hendak memuliakannya, Dia akan timpakan bala dan ujian kepadanya, yang itu berfungsi sebagai obat dari penyakit yang menghalanginya melangkah di atas jalan tadi. Sehingga bala dan ujian itu kedudukannya seperti seorang dokter yang memberikan obat pahit kepada orang sakit, atau memotong urat-uratnya yang sakit untuk mengeluarkan penyakit dari tubuhnya. Seandainya dokter membiarkannya saja, penyakit akan menggerogotinya dan lambat laun ia justru akan binasa.
h.      Hikmah lainnya: Mati syahid adalah derajat tertinggi di sisi Alloh bagi wali-wali-Nya. Orang-orang yang mati syahid adalah manusia yang diistimewakan Alloh sekaligus menjadi hamba-hamba-Nya yang didekatkan. Dan tidak ada derajat setelah siddîqîn (orang yang jujur imannya) selain derajat kesyahidan. Sedangkan Alloh Ta‘ala suka mengambil di antara hamba-hamba-Nya sebagai syuhada, yang darahnya tertumpah dalam rangka meraih kecintaan dan keridhoan-Nya, yang mereka lebih memilih keridhoan dan kecintaan-Nya daripada nyawa mereka sendiri. Tidak ada jalan untuk bisa meraih derajat ini selain dengan menempuh sebab-sebab yang bisa menghantarkan ke sana, yaitu dengan dikuasakannya musuh.”
Demikian perkataan Ibnu `l-Qoyyim Rohimahulloh.



[1] HR. Bukhôrî Muslim
Title: Bentuk-bentuk kemenangan mujahidin; Written by adin; Rating: 5 dari 5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar